PEKANBARU -- Lima jenis kucing liar yang terdapat di Pulau Sumatera
terbukti mendiami daerah antara Taman Nasional Bukit Tigapuluh dan Suaka
Margasatwa Rimbang Baling di Provinsi Riau. Kamera otomatis yang
dipasang tim peneliti WWF-Indonesia merekam kelima jenis kucing liar
tersebut sedang melintas.Empat diantaranya termasuk satwa yang
dilindungi. Lima jenis kucing tersebut adalah harimau sumatera (
Panthera tigris sumatrae), macan dahan (
Neofelis diardi), kucing batu (
Pardofelis marmorata), kucing emas (
Catopuma temmincki), dan kucing congkok (
Prionailurus bengalensis).
Lokasi dimana lima kucing hutan unik tersebut ditemukan adalah daerah
yang dikenal sebagai koridor atau jalur perlintasan satwa--penghubung
dua kawasan konservasi TN Bukit Tigapuluh dan Suaka Margasatwa Rimbang
Baling yang saat ini terancam oleh degradasi hutan akibat perambahan
dan penebangan hutan alam dalam skala besar.
“Selain kucing congkok, semua jenis kucing liar tersebut, adalah satwa
dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7/ 1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan & Satwa,” kata Karmila Parakkasi,
Koordinator Tim Riset Harimau, WWF Indonesia. Mila menambahkan bahwa
dalam kriteria lembaga konservasi IUCN, keempat jenis kucing liar
tersebut masuk dalam kategori satwa terancam punah (
endangered) hingga sangat terancam punah (
critically endangered).
”Temuan lima jenis kucing sumatera ini membuktikan keunikan dan
kekayaan jenis satwa yang dimiliki lanskap hutan Bukit Tigapuluh dan
koridor penghubung disekitarnya. Temuan ini juga menunjukkan pentingnya
upaya serius untuk segera melindungi kawasan tersebut dari ancaman
perambahan dan maraknya penebangan hutan alam.”
Selama tiga bulan survei sistematik dengan kamera otomatis yang
dilakukan WWF pada tahun 2011 di kawasan itu telah ditemukan 404 foto
kucing liar, yang terdiri dari 226 foto harimau sumatera, 77 foto macan
dahan, 70 foto kucing emas, 4 foto kucing batu, dan 27 foto kucing
congkok. Sebelumnya pada Mei 2011, WWF merilis video induk dan tiga
anak harimau Sumatera yang sedang bermain-main di depan kamera video
otomatis di kawasan yang sama.
”Sayangnya kawasan tersebut mengalami deforestasi karena pembukaan hutan
alam dalam skala besar oleh perusahaan dan perambahan yang dilakukan
oleh masyarakat untuk kebun sawit,” kata Aditya Bayunanda Koordinator
Program Global Forest Trade Network, WWF Indonesia. Menurutnya, hingga
saat ini ancaman pembukaan hutan oleh perusahaan dan perambahan oleh
masyarakat masih berlangsung di kawasan tersebut.
”Adanya bukti-bukti keberadaan 5 jenis kucing liar yang tinggal di area
konsesi tersebut menunjukkan perlu dilakukan penataan atas izin Barito
Pacific untuk membuka hutan di areal tersebut karena menurut Peraturan
Kementerian Kehutanan P.3/Menhut–II/2008 kawasan yang merupakan kawasan
perlindungan satwa liar wajib dilindungi oleh perusahaan. Kawasan
sekitar Taman Nasional Bukit Tiga Puluh harus di jaga keutuhannya, baik
dengan jalan perluasan taman nasional atau sebagai kawasan hutan
restorasi,” kata Aditya.
Dalam acara “20+ Untuk Hutan Indonesia” yang diadakan WWF-Indonesia 2
November 2011 di Jakarta, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan secara
terbuka mengatakan di hadapan undangan dan media bahwa pemerintah
mendukung dikeluarkannya izin HPH restorasi di Bukit Tigapuluh.
WWF-Indonesia telah melakukan survei intensif untuk mengungkap berbagai
misteri ekologi harimau dan kucing liar lainnya di dua lanskap Tesso
Nilo dan Bukit Tigapuluh. Dari semua lokasi penelitian di lanskap
tersebut , koridor satwa antara Rimbang Baling dan TN Bukit Tigapuluh
merekam jenis kucing liar dengan jumlah terbanyak.
Catatan Untuk Editor
Untuk info lebih lanjut kontak:
(sumber : www.wwf.or.id )