
KETAPANG–Tak hanya luapa air pasang yang mulai terjadi di Delpawan dan sekitarnya. Tetapi, banjir datang lagi di Sandai. YP Laway, salah seorang warga Sandai, mengingatkan Ketapang untuk waspada kiriman banjir dari perhuluan yang belum tumpah semuanya.
“Karena air naik sebagai tanda, tanda air naik berarti pasang, belum lagi di Kecamatan Hulu Sungai hutan alam diganti dengan HTI (Hutan Tanaman Industri),” kata tokoh masyarakat adat Hulu Sungai dan Sandai, ini kepada Pontianak Post. Sosok yang akrab dipanggil Panglima Bunga, ini menyayangkan hutan perawan dirambah untuk areal HTI. YP Lawai menyebutkan siapa bilang Hulu Sungai tinggal bawas belukar itu tidak benar.
Yang benar, masih banyak kayu-kayu sisa tebangan perusahaan terdahulu. Bahkan masih terdapat hutan perawan yang belum tersentuh manusia. “Kalau tak percaya ikut saya, kita buktikan kawasan hutan Tajo Tongkang, Hulu Krio, Hulu Sungai Menggirang dan Sungai Kebabai, semuaya itu bermuara ke Sungai Pawan Ketapang, jagalah hutan sebelum musnah oleh HTI,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, ia menyebutkan sampai saat ini msyarakat dihebohkan dengan adanya sebuah perusahaan HTI masuk ke kawasan hutan Hulu Sungai. Sepengetahuan masyarakat hutan tanaman industri hanya diperbolehkan untuk menanami lahan kritis. Namun mereka menyesalkan adanya informasi hutan perawan (primer) akan dijadikan kawasan HTI, dimana kawasan itu diantaranya di Desa senduruhan, Keriau Hulu, dan Kenyabur.
Rencana mengalihfungsikan hutan primer menjadi HTI itu tidak pernah disosialisasikan ke masyarakat.Masyarakat mengharapkan jangan sampai hutan campuran di Hulu Sungai berganti dengan satu jenis tanaman. Apalagi hutan primer yang dilirik , tentunya untuk menjadikan HTI, maka pohon-pohon besar dan kecil akan ditebang seluruhnya. HTI sangat berbeda dengan HPH yang menggunakan tebang pilih.
“Masyarakat tidak pernah tahu, sosialisasi tidak pernah ada, informasinya orang mencari informasi pernah ada, tapi bukan persetujuan masyarakat, kami masyarakat hulu merasa dibohongi,” ucap YP Laway. Jika HTI sampai masuk ke Hulu Sungai, YP Laway menegaskan masyarakat akan memberlakukan hukum adat. Seandainya hukum adat sudah dilaksanakan, tetap saja HTI tidak mereka perbolehkan untuk beroperasi di Hulu Sungai.
Sebab, jika masyarakat tahu akan ada HTI masuk ke Hulu Sungai, sejak dahulu masyarakat sudah menolak. Bahkan, dirinya pribadi secara terang-terangan akan menolak HTI. “Jangan sampaikan bangkit luka lama, sampai muncul izin HTI di hutan Primer Hulu Sungai apakah pihak kabupaten, propinsi atau pusat, kami masyarakat tidak ambil tahu, kami tetap menolak HTI ada di Hulu Sungai, karena kawasan hulu sungai Hutan Primer,” ucapnya.
Ia menjelaskan masih ingat dengan HTI tahun 1994? Ketika itu di wilayah Kecamatan Sandai Kabupaten Ketapang ada PT Lingga Teja Wana selaku pemegang HPHTI (hutan tanaman Industri). Kalau kita masih sama-sama ingat dengan apa yang terjadi pada Camp perusahaan ketika itu, maka janganlah ad alagi HTI di Kabupaten Ketapang.
Masyarakat Adat Dayak wilayah ini juga sudah trauma dengan ulah oknum yang mencaplok, hak-hak masyarakat, tidak menghormati adapt istiadatnya, masuk kampung laman, rumah tangganya. Kalau masih diulang atau dilanggar, ia khawatir akan terulang kejadian yang sama. Sisi lain juga akan berhadapan dengan hukum adapt, seperti membutakan mata, memburukkan hati.
Nyabung gana, nemu bunuh Dolok ngacap dudi mpokis. Ngiring Kora kepote, kotam kebubu. Barusak tanah bakoruh aik. Hal tersebut diingatkan kepada semua pihak yang ingin tahu gambaran hukum adapt Bihak Krio Kecamatan Hulu Sungai. Hidup dikandung adat, mati dikandung tanah.
Hidup bapamalu, mati bapamali. Adat bukan tersurat melainkan tersirat. Hukum adat bukanlah jumlah uang atau barang, tetapi lebih ditekankan pada moral, pada rasa malu. Ia mengatakan semestinya sebelum perusahaan mau masuk ke suatu daerah hendaknya dilakukan sosialisasi terlebih dahulu. Supaya masyarakat tahu mana lokasinya, apakah masuk ke kawasan yang lahan kritis atau hutan kramat.
(sumber : www.pontianakpost.com)
-
-
0
komentar
Share on Facebook


