
Pemerintah Indonesia bersikeras untuk tetap menjalankan rencana Food Estate. Seluas 1,6 juta hektar lahan Merauke yang sebagian besar adalah kawasan hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat adat akan dialih fungsikan. Hutan akan dialih fungiskan untuk tanaman sawit, kedelai, tebu dan padi.
Dalam berbagai kesempatan pemerintah melalui Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurti menyatakan bahwa akan menerapkan teknologi Brazil dalam menjalankan pertanian kedelai berskala besar dengan alasan Brazil adalah salah satu negara penyuplai pangan di dunia yang juga memproduksi bio etanol.
Namun demikian, WALHI meminta pemerintah untuk memperhitungkan dampak kerusakan lingkungan, kesehatan yang juga terjadi pada daerah food estate di negara itu.
Sebuah fact sheet yang dikeluarkan oleh Rain Forest Action Network menjelaskan bahwa pada Maret 2006 ribuan anggota masyarakat di negara bagian Mato Grosso Brazil, jatuh sakit. Pesawat bermesin tunggal menyemprotkan herbisida diatas hamparan tanaman kedelai. Angin menyebarkan herbisida keseluruh kota. Kebun, pohon buah, tanaman hias, tanaman obat komunitas dan tanaman milik para petani kecil hancur. Masyarakat setempat mengalami diare, muntah dan ruam kulit.
M. Islah, Manager Kampanye Air dan Pangan WALHI mengatakan bahwa sebaiknya pemerintah mengurungkan rencana food estate ini. Dampak-dampak buruk terhadap lingkungan dan kualitas pangan pada pengalaman food estate di negara lain, seharusnya menjadi pelajaran. Pertanian berbasis rumah tangga lebih ramah lingkungan dan terbukti menunjang ketersediaan pangan Indonesia.
Islah menambahkan, “kalau selama ini beberapa produk pangan kita kurang dari kebutuhan, hal ini disebabkan dukungan pemerintah yang setengah hati terhadap petani berbasis keluarga yang selama ini menjadi pahlawan pangan Indonesia”. “Pemerintah seharusnya melindungi petani, melakukan redistribusi lahan, menjamin saprodi dan melakukan perbaikan lingkungan”.
Masih menurut Islah, jika pemerintah memang ingin meniru Brazil, maka tirulah yang baiknya, di Brazil petani rata-rata memiliki lahan hingga lima hektar per keluarga petani.
(sumber : www.walhi.or.id WALHI 06/03/10, Jakarta)
-
-
0
komentar
Share on Facebook


