Kebakaran Hutan dan Lahan sebagai penyebab Bencana Asap di provinsi Riau kembali menjadi sorotan publik luas, tidak saja dalam skala Nasional tetapi Internasional. Selain menimbulkan dampak turunnya kualitas lingkungan hidup kejadian ini juga telah menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit jumlahnya. Selain dampak yang dirasakan di dalam negri, bencana Asap ini juga telah menuai kecaman dari pihak negara tetangga Malaysia dan Singapura yang juga merasakan dampak dari Asap akibat kebakaran lahan di Riau.
Berdasarkan pemantauan satelit Modis Terra aqua yang dilakukan oleh Eyes on The Forest (EoF) priode 18 - 21 Oktober 2010 ditemukan 172 titik api di Provinsi Riau, sekitar 82 titik api berada di areal konsesi HTI sisanya 90 titik api menyebar di Lahan Perkebunan sawit , hutan dan padang alang-alang. Dari 82 titik api di HTI terdeteksi 62 berada di konsesi perusahaan yang berafiliasi dengan APP/Sinar Mas Grup, kemudia 20 titik api berada di konsesi APRIL Grup.
Beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan APP / Sinarmas yang dianalisis EoF berdasarkan satelit Modis yang berkobar oleh kebakaran pada bulan Oktober adalah PT. Tiara Cahaya Delima (Giam Siak Kecil blok), PT. Liwa Perdana Mandiri, PT Ruas Utama Jaya (Senepis blok), PT. Surya Dumai Agrindo, PT Rimba Rokan Perkasa, PT Arara Abadi dan PT Satria Perkasa Agung. Sementara, perusahaan yang berafiliasi dengan APRIL yang berkobar oleh kebakaran adalah di konsesi PT Sumatera Riang Lestari (SRL) dan PT Pusaka Mega.
Paling tidak Ada 2 (dua) Hal penting menurut WALHI Riau yang harus segera dilakukan perbaikan oleh pemerintah agar Tragedi Asap akibat kebakaran hutan dan lahan gambut di Indonesia khususnya di Riau tidak terus terulang.
Pertama, Upaya Pencegahan yang tidak optimal dilakukan dan tidak terkoordinasi dengan baik. Laporan BMKG yang menyebutkan terjadi peningkatan suhu ekstrim di Riau 36 - 38 derajat celcius seharusnya sudah dapat dijadikan WARNING bagi pemerintah untuk segera melakukan upaya pencegahan, misal meningkatkan operasi pemantauan di lokasi rawan kebakaran dengan koordinasi yang sistematis dari pemerintah pusat, provinsi sampai tingkat desa. Kemudian dilanjutkan dengan pendirian posko-posko dilokasi rawan tersebut.
Kedua, Tidak dilakukannya upaya Penegakan Hukum. Fakta masih ditemukannya lokasi kebakaran hutan dan lahan di areal konsesi perusahaan kemudian tidak pernah ditindak lanjuti dengan upaya tindakan hukum yang tegas sehingga tidak pernah menimbulkan efek jera. Salah satu contoh kasus yang ditangani oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) pada Desember 2009 di Kabupaten INHU terhadap PT. Bertuah Aneka Yasa (BAY) yang diperkirakan telah menimbulkan kerugian sebesar Rp.30 Miliar akibat kebakaran yang terjadi di areal konsesinya di Kecamatan Kuala Cenaku. Kasus ini kemudian tidak jelas sampai dimana prosesnya.
Demikian catatan penting ini kami sampaikan agar menjadi perhatian semua pihak dalam upaya memulihkan Riau memulihkan Indonesia dengan mengutamakan Keselamatan Rakyat.
(sumber : www.walhi.or.id WALHI RIAU - Pekanbaru, 23 Oktober 2010)
-
-
0
komentar
Share on Facebook


